“hey
bro, asal ngacir aja, gue cari lo tadi di kelas, taunya udah disini aja.” Kata
dino, dino adalah sahabatku satu-satunya, ketua kelas, dan kelakuannya sedikit
konyol. “eh iya, sorry din, gue udah keburu kelaperan nih” kataku menjelaskan.
“eh mana yuri ?” tanya dino. “mana gue tau, emang gue bokapnya” jawabku ketus.
“uwih sensi amat lo haha, ya lo kan temen sebangkunya gue kira lo tau, kok ga
diajak sih ? kasian dia” kata dino. “jih, buat apa kasian sama cewe aneh,
sombong, ah males gue sama tu cewe” aku benar-benar kesal dengan yuri.
“gara-gara
di kelas tadi ? lagian lo juga sih yang salah ahahha” dino tertawa
terbahak-bahak mengingat aku di permalukan seperti tadi. “iya iya gue yang
salah, terus deh belain dia” aku mulai memakan makanan ku yang baru datang itu.
“wih jangan marah dong van, elo hari ini sensi amat sih, lagi PMS yak ? hahah”
aku mengacuhkannya dan memakan makananku dengan lahap nya.
Ketika
kembali ke kelas tidak ku sangka, yuri ternyata mudah bergaul, dia sudah
memiliki banyak teman baru, bahkan sepertinya di kelas hanya aku saja yang
membencinya. Yuri tampak asik mengobrol dengan weni dan lisa. “eh kenapa lo
pindah di awal smester sih ?” tanya weni. “iya, orang tua gue pindah tugas ke
sini” jawabnya. “oh sering gitu ya ?” tanya lisa. “hmm iya, tapi setelah ini
bokap gue janji ga akan pindah-pindah lagi” jawabnya.
“eh
iya lo sekamar sama siapa ? sekamar sama kita aja gimana ?” tawar weni. Sekolah
kami adalah sekolah asrama, biasanya satu kamar berisi 2-3 orang. “oh boleh,
gue belum mindahin barang-barang gue, siang ini orang tua gue mau nganter”
jawab yuri.
Hari
ini pelajaran begitu membosankan seperti bianya, apalagi jam terakhir. Banyak
sekali yang sudah sibuk dengan kesibukan masing-masing. Ada yang tidur,
mencoret-coret buku, dan mengobrol. Bahkan aku melihat yuri sedang tidur di
balik bukunya.
Akhirnya
bell berbunyi, semua segera merapihkan buku dan siap untuk kembali ke asrama. Aku
melihat yuri segera berjalan ke arah gerbang, menantikan keluarganya
mungkin,aku tidak peduli sama sekali. Aku melanjutkan perjalananku ke asrama.
“hay van” weni menyapaku dengan malu-malu. “oh iya wen, kenapa ?” tanya ku. “oh
ga jadi” weni langsung berlari meninggalkan ku. ‘aneh’ batinku, akupun
melanjutkan perjalannanku menuju kamarku. “hoy van” aku berhenti, dan berbalik
ternyata dino sedang berlari ke arahku. “apa sih din ?” tanya ku bingung. “ lo
kenapa sih hari ini, kerjaannya nagbur duluan” dino ngos-ngosan.
“hahah
sorry sob, gue cape nih, rasanya pingin cepet-cepet sampe kamar terus tidur”
jelasku. “huh elo ni” dino memukul bahu vano dengan buku. “sorry deh sorry
hahah” aku membuka pintu kamar ku, tanpa perlu bersusah payah mengganti
pakaianku aku langsung berebahan di kasurku yang nyaman ini.
“eh
van, gue suka sama yuri” aku hanya diam, tak ingin berkomentar sama sekali.
“kok lo diem aja sih ?” tanya dino. “terus gue harus ngomong apa ?” tanya vano.
“apa gitu, lo emang ga suka sama yuri ?” tanya dino. “sama sekali gue gak suka
sama dia. “serius lo ? ah ga mungkin itu ga mungkin. Jangan-jangan lo gay ya ?”
“enak
aja, gue masih normal” aku melempar bantalku ke dino tepat ke wajahnya. “eh
sorry, lagian juga, gue ga pernah liat lo deket sama cewe, padahal banyak tuh
yang ngejer-ngejer lo” kata dino sambil melempar kembali bantalku. “gue belum
dapetin yang pas aja din” jawabku sambil menatap langit-langit kamarku. Dino
kemudian asik mengoceh, aku hanya diam dan tanpa sadar akupun tertidur.
- To Be Continued-
0 komentar
Post a Comment