Thursday, April 11, 2013

Asal mula batu gantung


Pada jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba hiduplah sepasang suami-isteri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orang tuanya ketika mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua orang tuanya sedang ada keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si Toki. Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba. Sementara anjingnya, Si Toki, ikut duduk disamping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti sedang menghadapi suatu masalah. Sesekali sang anjing menggonggong untuk mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini disebabkan karena Sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal, ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan telah berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, namun di sisi lain ia juga tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa-apa, Seruni beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara Si Toki yang juga mengikuti majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali terus-menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja.”
Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang tersebut mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya di rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan sudah berada di rumah. Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, Sang Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara Sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang membawa tangga bambu, tambang, dan obor sebagai penerangan.
Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata Ibu Seruni berkata pada suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat, parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”
“Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya untuk merapat dan menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas tambang hingga ke dasar lubang, namun sama sekali tidak disentuh atau dipegang oleh Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul puterinya masuk ke dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak kita!”
“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang isteri.
“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.
Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan bumi pun bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara.



in english :

long time ago in a small village on the shores of Lake Toba there lived a husband and a wife with his beautiful daughter named Chrysanthemum. In addition to beautiful, Chrysanthemum is also classified as a diligent child for always helping his parents when they were working in a field that results are used to meet the needs of everyday life.
One day, Chrysanthemum had to work in the fields by himself because his parents were no purpose in a neighboring village. He was only accompanied by his dog, named Si Toki. Arriving at the field Seruni just sat pensively, looking at the natural beauty of Lake Toba. While dog, Si Toki, come sit next to while staring at his master's face that looked like he was facing a problem. The occasional dog barking to distract Seruni if ​​there is anything suspicious in the surrounding fields.
Actually, the last few days Seruni always looked glum. This is because the father would set her up with a young man who is still his own cousin. In fact, he had been having an affair with a young man in his village and has also promised to build a new home. This situation makes it confused, not knowing what to do, and began to despair. On the one hand he does not want to disappoint his parents, but on the other hand if he also could not have parted with her idol youth.
After some thought and without any results, Chrysanthemum got up from where he sat. With tears loose he walked slowly toward the Lake Toba. Apparently he was very desperate and wanted to end his life by jumping into Lake Toba. While Si Toki who also followed his master to the edge of the lake can only barking because it did not know what was going on in the minds of Chrysanthemum.
As I walked toward the cliff at the edge of Lake Toba, he suddenly fell into a hole large stone to get into the base. And, because it is located at the bottom of a very dark hole, making the pretty girl got scared and shouted for help to his dog. But as the Toki is just an animal, then he can not do anything except barking constantly around the mouth of the hole.
Finally she was getting desperate and saying to myself, "Ah, I'm better off dead."
Having said that, for some reason the walls of the hole began to close. "Parapat ...! Parapat the rock! "Exclaimed Seruni that stone walls getting closer and squeeze her body.
The Toki saw the incident immediately ran into the house to ask for help. At home The parents immediately approached Toki Seruni who happens already at home. While barking, pawing the ground and paced around his employer, Si Toki tried to tell that the Chrysanthemum in danger.
Aware of what is implied by the dog, parents Chrysanthemum immediately headed for the fields. Both ran after Si Toki to get to the edge of the hole where they are mired girls. When he heard screams from inside her hole, her mother immediately make a torch as a light for it was dusk. While his father ran back to the village to ask for the help of the neighbors.
Not long after, most of the neighbors have gathered at home dad for the Chrysanthemum together toward the hole where Seruni mired. They're carrying a bamboo ladder, mines, and the torch as illumination.
Arriving group in the fields, she tearfully told her husband Chrysanthemum, "Sir, the hole was too deep and opaque. I just heard the faint sound of our child says: parapat, parapat stone ... "
Without answering the question his wife, father Chrysanthemum soon See in to the hole and shouted, "Seruniii ...! Serunii ...! "
"seruni ... my daughter! We'll help you! "The mother screaming, too.
Several times they cried, but did not get a response from Chrysanthemum. Only sound Seruni drifted around him who sent the stone to move up and on him.
Residents who were present at the spot trying to help with a rope stretched up to the bottom of the hole, but did not touched or held by Seruni.
Feeling worried, his father decided to follow his daughter into the hole, "Mom, hold this torch! I will go down to pick up our son! "
"Do not be hasty, sir. This hole is very dangerous! "Prevent his wife.
"Yes sir, this hole is very deep and dark," said one of his neighbors.
Chrysanthemum's father changed his mind after, suddenly the sound of thunder and the earth shakes made tremendous hole slowly docked and closed by itself. Chrysanthemums were in the hole finally crushed and can not be saved.
Some time after the shaking stops, on top of the hole that has closed it appeared a large rock that resembles the body of a girl that seems to hang on the wall of the cliff on the shores of Lake Toba. People who saw the incident believe that the rock was an incarnation of Chrysanthemum and later renamed it as "Hanging Rock".
And, because the last words heard by Chrysanthemum residents only "Parapat, Parapat, and parapat", then the area around Hanging Rock later was named Parapat. Parapat has now been transformed into one of the tourist destinations in the province of North Sumatra.

1 komentar: