“Ikhlas tak semudah pengucapan dan penulisannya kan? :) ”
Sayang, pernahkah kamu mendengar desah angin yang menyampaikan
ribuan pesan kerinduanku? Pernahkah tiba-tiba matamu memperhatikan embun di
pagi hari yang tak rela jatuh dari daun yang amat ia cintai?
Seperti itulah aku mencintaimu.
Seperti itulah aku mencintaimu.
Aku mencintaimu, layaknya embun pagi yang amat mencintai daun
tempatnya bersinggah, hingga kering terbakar mentari pagi. Aku mencintaimu,
layaknya senja yang tak pernah ikhlas ditenggelamkan sang malam, karena ingin
terus mengukir senyuman indahmu, ingin terus meneduhkanmu. Dan aku mencintaimu,
layaknya daun yang amat mencintai sinar mentari. Tak pernah putus memberinya
kehidupan.
Tapi aku tak pernah tau definisi cinta yang ada di dalam hatimu.
Kamu dengan mudahnya menghilang setelah mencintaiku dengan cara yang sempurna.
Setelah kamu berada di tempat terdalam di dalam hatiku. Setelah kamu berada di
tempat paling rapi di alam bawah sadarku. Kamu begitu mudah pergi dengan diam
beribu bahasa meski aku terus berusaha membuatmu bicara.
Kamu kukuh membeku meski aku terus membakar diriku demi
mencairkanmu. Tak perduli panas yang membakar hati dan tubuh, tak perduli luka
yang semakin berdarah dan basah memenuhi segala tempat di hatiku. Aku tak
pernah ikhlas, tak pernah ikhlas membiarkan kamu kukuh membeku disitu.
Bencikah? Tak sudikah? Akutkah rasa sakitmu terhadapku?
Ampuni aku .. Aku yang bodoh membuatmu hancur kala itu. Aku yang
bodoh percaya dapat membuatmu bahagia jika kamu membenciku. Nyatanya aku tak
pernah bisa hidup tanpamu. Aku tak pernah bisa mangkir dari rasa cintaku
terhadapmu. Mungkin segala telah usai, segala telah terlambat.
Dan segala membuatku sadar, nyatanya untuk alasan hal inilah
dulu begitu sering aku menatap wajahmu berlama-lama ketika ada di dekatku. Yang
membuatmu terkadang bertanya “mukaku aneh ya? Kok nge-liatinnya gitu amat sih?
Atau ada bekas makanan di bibirku?” Aku hanya selalu tersenyum dan berkata “gak
aneh kok, pengen aja :P ”
Kamu tahu kenapa aku sering melihatmu seperti itu? Karna aku
tahu, tak ada yang selamanya. Aku hanya ingin, setiap lekuk wajahmu, tak ada
yang terlewatkan untuk ku tata rapi di dalam memori ingatanku. Karena aku tahu,
siksaan kerinduan itu amat menyakitkan. Kala tubuhmu berada nun jauh disana.
Kala berbicara dan sekedar mengirim pesan pun tak bisa. Tak bisa membuatmu
lekas berbicara. Membuatku semakin sakit menahan rindu yang menggebu syahdu.
Kamu pergi meninggalkan
bekas. Aroma yang tak pernah mau menyingkir dari indera penciumanku.
Menyebabkanku terlalu sulit mengikhlaskan kamu yang pernah mencintaiku dengan
cara yang sempurna. Membuatku sulit mempercayakan hatiku pada yang lainnya. Tak
mudah percaya pada orang lain yang mengejarku tak se-keras kamu mengejarku
dulu. Tak mudah percaya pada orang lain yang mencintaiku tak
se-sempurna kamu mencintaiku dulu. Aku hanya menamai ruh ku saat ini
dengan nama “jiwa pecandu”. Candu (cinta) akut yang butuh rehabilitasi hebat !
0 komentar
Post a Comment